Keesokkan harinya, harap-harap cemas suami-isteri itu bangun pagi-pagi. Selesai sembahyang dibuka tikar sejadahnya kosong.
"Kurang ajar. Penipu," teriak si isteri. "Ambil kapak, tebanglah pohon itu."
"Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya," sahut si alim itu.
Maka segera ia mengeluarkan keldainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keldainya menuju ke arah pohon yang syirik itu. Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot tajam, "Mahu ke mana kamu?" herdiknya menggegar.
"Mahu menebang pohon," jawab si alim dengan gagah berani.
"Berhenti, jangan lanjutkan."
"Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang."
Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya penuh hairan, "Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?"
Bersambung..........
"Kurang ajar. Penipu," teriak si isteri. "Ambil kapak, tebanglah pohon itu."
"Ya, memang dia telah menipuku. Akan aku habiskan pohon itu semuanya hingga ke ranting dan daun-daunnya," sahut si alim itu.
Maka segera ia mengeluarkan keldainya. Sambil membawa kapak yang tajam dia memacu keldainya menuju ke arah pohon yang syirik itu. Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar tersebut sudah menghalang. Katanya menyorot tajam, "Mahu ke mana kamu?" herdiknya menggegar.
"Mahu menebang pohon," jawab si alim dengan gagah berani.
"Berhenti, jangan lanjutkan."
"Bagaimanapun juga tidak boleh, sebelum pohon itu tumbang."
Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat. Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam kesakitan, si alim tadi bertanya penuh hairan, "Dengan kekuatan apa engkau dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?"
Bersambung..........